Rabu, 29 April 2015

Dampak Kesehatan Cacing Cambuk

 
Soil Transmitted Helminth (STH) adalah cacing yang dalam siklus hidupnya memerlukan stadium di tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif bagi manusia. Jenis STH yang paling penting yang penularannya melalui lalat sebagai vektor mekanik adalah Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Kedua jenis cacing ini termasuk dalam kelompok infektif, dimana manusia merupakan hospesnya
Trichuris trichiura adalah spesies cacing yang termasuk ke dalam phylum Nematoda, kelas Aphasmidia, ordo Enoplida, super famili Trichuridae, famili Trichinellida dan genus Trichuris.
 
Cacing ini bersifat kosmopolit terutama ditemukan di daerah panas dan lembab, seperti di Indonesia. Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkardan terdapat satu speculum. Bagian anteriornya seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. 
 
Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3.000 – 10.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan se
Trichuris trichiura
macam penonjolan yang jernih pada kedua kutup. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih (Lihat Gambar 5). Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja.
Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 – 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina mengeluarkan telur kira-kira 30 – 90 hari.
 
Untuk menghindari terjadi penyebaran penyakit kecacingan, maka perlu dilakukan tindakan untuk memutus rantai penularannya, yaitu pengobatan masal pada penderita, perbaikan gizi, dan perbaikan atau peningkatan sanitasi lingkungan.
 
Article Source:
  • Gandahusada, S, Ilahude, H.H.D, Pribadi, W. 2006. Parasitologi Kedokteran, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
  • Hadiwartomo, 1994. Seminar Tentang Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Cacing. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
  • Tjitra, E. 1991. Penelitian-Penelitian Soil Transmitted Helminth Di Indonesia, Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta.

Program Klinik Sanitasi Puskesmas


Sebetulnya program Klinik Sanitasi sudah mulai diperkenalkan dan dilaksanakan sejak tahun 2003. Namun dibanyak tempat program ini seperti jalan di tempat, tanpa tanda-tanda kehidupan, dengan segudang permasalahan dan alasan. Jikapun ada, dibanyak tempat, kegiatan klinik sanitasi seperti bergerak tanpa esensi, dan sebatas sekedar gerakan diatas kertas. Untuk mengingatkan kita bersama, berikut disarikan beberapa hal terkait dengan program klinik sanitasi. Sumber acuan menggunakan, Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi untuk Puskesmas, dan Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi Depkes RI tahun 2003.

Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dari tingginya angka kejadian dan kunjungan penderita beberapa penyakit ke sarana kesehatan. Penyakit tersebut meliputi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), tuberkulosis paru, diare, malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), keracunan makanan, kecacingan, serta gangguan kesehatan akibat keracunan bahan kimia dan pestisida.

Klinik sanitasi adalah suatu upaya atau kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang berisiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara pasif dan aktif di dalam dan di luar gedung.

Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit berbasis lingkungan semakin relevan dengan ditetapkannya paradigma sehat yang lebih menekankan pada upaya promotif-preventif dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui klinik sanitasi, ketiga upaya pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif, dan kuratif dilakukan secara terintergrasi dalam pelayanan kesehatan program pemberantasan penyakit berbasis lingkungan, di dalam maupun di luar gedung.

Klinik sanitasi merupakan suatu wahana masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan untuk pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan Puskesmas.

Secara umum klinik sanitasi bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melaui upaya preventif, kuratif, dan promotif yang dilakukan secara terpadu, terarah dan terus menerus. Secara khusus bertujuan:
  • Terciptanya keterpaduan kegiatan lintas program dan lintas sektor dalam program pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan dengan memberdayakan masyarakat;
  • Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, kemampuan dan perilaku masyarakat (pasien, klien dan masyarakat) untuk mewujudkan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat;
  • Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi penyakit berbasis lingkungan serta masalah kesehatan lingkungan dengan sumber daya yang ada;
  • Menurunnya angka penyakit berbasis lingkungan dan meningkatnya kondisi kesehatan lingkungan.
Sasaran program klinik sanitasi meliputi: 1) penderita penyakit (pasien) yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan (yang datang ke puskesmas atau yang diketemukan di lapangan); 2) masyarakat umum (klien) yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan (yang datang ke puskesmas atau yang menemui petugas klinik sanitasi di lapangan); 3) lingkungan penyebab masalah bagi penderita/klien dan masyarakat sekitarnya.
Klinik sanitasi dilaksanakan di dalam gedung dan di luar gedung puskesmas oleh petugas sanitasi dibantu oleh petugas kesehatan lain dan masyarakat. Kegiatan dalam gedung difokuskan pada identifikasi penyakit yang diderita pasien, kegiatan konseling, penyuluhan dan membuat perjanjian untuk kunjungan rumah. Kegiatan di luar gedung berupa kunjungan rumah. Kegiatan tersebut meliputi inspeksi sanitasi lingkungan tempat tinggal pasien, penyuluhan yang lebih terarah kepada pasien, keluarga dan tetangga sekitar. Inspeksi sanitasi lingkungan bertujuan untuk mengetahui faktor risiko lingkungan dan ketepatan jenis intervensi yang akan dilakukan.
Strategi operasional dari program klinik sanitasi meliputi :
  • Inventarisasi masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat dengan cara pengumpulan data dan pemetaan yang berkaitan dengan penyakit, perilaku, sarana sanitasi, dan keadaan lingkungan.
  • Mengintegrasikan intervensi kesehatan lingkungan dengan program terkait di puskesmas dalam rangka pemberantasan penyakit berbasis lingkungan.
  • Menentukan skala prioritas penyusunan perencanaan dan pelaksanaan penanganan masalah kesehatan lingkungan dengan mempertimbangkan segala sumber daya yang ada dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait, baik dalam lingkup kabupaten maupun puskesmas.
  • Menumbuhkembangkan peran serta masyarakat melalui kemitraan dengan kelembagaan yang ada.
  • Membentuk jaringan kerjasama antar kabupaten/kecamatan yang merupakan satuan ekologis atau satuan epidemiologis penyakit.
  • Menciptakan perubahan dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
  • Mengupayakan dukungan dana dari berbagai sumber antara lain masyarakat, swasta, pengusaha, dan pemerintah.
Untuk melaksanakan kegiatan program klinik sanitasi diperlukan adanya tenaga pelaksana, sarana dan prasarana, dan dukungan dana. Tenaga pelaksana sebaiknya berlatarbelakang pendidikan kesehatan lingkungan atau tenaga kesehatan lain yang ditunjuk oleh kepala puskesmas dan telah mendapat pelatihan tentang klinik sanitasi.
Kelengkapan sarana dan prasarana seperti ruangan untuk konseling dan bengkel, peralatan, transportasi, alat peraga atau media penyuluhan, formulir pencatatan dan pelaporan, dan buku pedoman. Tenaga dan sarana/prasarana yang tersedia dapat diberdayakan dengan baik jika ada dukungan dana operasional.
Beberapa hambatan yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan klinik sanitasi sebagai berikut :
  • Masih terbatasnya tenaga puskesmas sebagai pelaksana klinik sanitasi, sehingga kegiatan ini belum menjadi prioritas puskesmas.
  • Terbatasnya jangkauan petugas klinik sanitasi untuk membina desa yang ada di wilayah puskesmas karena luasnya wilayah, kondisi geografis, dan terbatasnya transportasi.
  • Terbatasnya dana untuk kegiatan klinik sanitasi.
Beberapa peluang yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan klinik sanitasi sebagai berikut.
  1. Adanya dana operasional Puskesmas yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan klinik sanitasi.
  2. Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi kasus yang terjadi.
  3. Adanya mekanisme lokakarya mini di puskesmas yang dapat digunakan untuk pengembangan dan koordinasi kegiatan klinik sanitasi.
  4. Pendayagunaan tenaga kesehatan lingkungan yang saat ini bekerja di luar bidang tugasnya untuk pelaksanaan klinik sanitasi.
  5. Adanya dana sektor lain yang dapat dialokasikan di desa sehingga dapat menunjang kegiatan klinik sanitasi.
  6. Semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa sebagai dampak dari pemberdayaan masyarakat selama ini.
  7. Telah tersediaannya alat (water test kit dan media penyuluhan).
  8. Penerapan paradigma sehat yang selaras dengan pelaksanaan klinik sanitasi.

Kesehatan Lingkungan

Pengertian sehat menurut WHO adalah “Keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.”. Sedangkan menurut UU No 23 / 1992 Tentang kesehatan “Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”

Pengertian Lingkungan Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976) adalah ”Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dpt diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.” Terdapat beberapa pendapat tentang pengertian Kesehatan Lingkungan sebagai berikut : Pengertian Kesehatan Lingkungan Menurut World Health Organisation (WHO) pengertian Kesehatan Lingkungan : Those aspects of human health and disease that are determined by factors in the environment. It also refers to the theory and practice of assessing and controlling factors in the environment that can potentially affect health. Atau bila disimpulkan “Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.”

Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) “Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.” Jika disimpulkan Pengertian Kesehatan Lingkungan adalah “ Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.” Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Ruang lingkup Kesehatan lingkungan adalah : a. Menurut WHO Penyediaan Air Minum Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran Pembuangan Sampah Padat Pengendalian Vektor Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia Higiene makanan, termasuk higiene susu Pengendalian pencemaran udara Pengendalian radiasi Kesehatan kerja Pengendalian kebisingan Perumahan dan pemukiman Aspek kesling dan transportasi udara Perencanaan daerah dan perkotaan Pencegahan kecelakaan Rekreasi umum dan pariwisata Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan. b. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut : Penyehatan Air dan Udara Pengamanan Limbah padat/sampah Pengamanan Limbah cair Pengamanan limbah gas Pengamanan radiasi Pengamanan kebisingan Pengamanan vektor penyakit Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana. Menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat tersebut antara lain mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. Sedangkan syarat lingkungan sehat bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain: limbah cair; limbah padat;limbah gas;sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah; binatang pembawa penyakit;zat kimia yang berbahaya; kebisingan yang melebihi ambang batas; radiasi sinar pengion dan non pengion; air yang tercemar;udara yang tercemar; dan makanan yang terkontaminasi Artikel Terkait Pengertian Kesehatan Lingkungan Profesi Sanitarian Standar Rumah dan Perumahan Sehat Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Persyaratan Kesling Rumah Sakit Dasar Hukum Baku Mutu Lingkungan Dasar Hukum Pengelolaan Limbah dan Sampah

Kamis, 09 April 2015

Rahasia Nancie Atwell, Guru Terbaik Dunia 2015

Jakarta - Pada Minggu (15/3/2015) lalu, senyum Nancie Atwell mengembang. Namanya disebutkan menjadi pemenang Global Teacher Prize di Dubai Uni Emirat Arab, yang baru pertama kali diadakan tahun ini. Atwell mengalahkan 9 finalis guru-guru terbaik dari seluruh dunia. Apa rahasia mengajar Atwell? Padahal saat remaja dulu, Atwell (63) sama sekali tak berharap untuk menjadi guru bahkan untuk berkuliah sekalipun. Namun saat pertama kali mengajar, pada tahun 1973, Atwell saat itu merasa seperti di rumah. Dia lantas mendirikan Center for Teaching and Learning (CTL) tahun 1990 yang berbasis di Edgecomb, Maine, Amerika Serikat (AS). Saat kebanyakan sekolah di AS itu mendorong murid-muridnya untuk mendapatkan nilai ujian yang tinggi, Atwell malah berpendapat bahwa penting bagi banyak lembaga pendidikan melihat kualitas pendidikan secara nyata daripada hanya mereduksinya menjadi sekedar angka-angka. "Tolok ukur untuk mengukur prestasi guru, terutama di AS, saya rasa tidak akurat dan manusiawi. Saya ingin menjadi model untuk jenis guru yang otonom, kreatif dan bijaksana," jelas Atwell seperti dikutip dari NPR yang ditulis, Jumat (20/3/2015). Dia melihat penilaian pada siswa mengubah guru menjadi teknisi, yang hanya membaca skrip. Guru yang sebenarnya, harus kreatif untuk membuat kurikulum itu efektif pada setiap individu siswa. Sekolah yang didirikan Atwell kini telah dikenal karena kelas kecil, hanya 16-18 siswa tiap kelas, bahkan TK hanya menerima 8-9 siswa. Kemudian sekolah ini menerapkan kurikulum berbasis riset dan pelatihan program guru yang bagus. Dalam menjalankan sekolah ini, Atwell menyediakan perpustakaan di tiap kelas yang memiliki buku ratusan, bahkan ribuan buku. Dari situs CTL, c-t-l.org, disebutkan, dengan adanya perpustakaan di tiap kelas itu, sekolah mendorong siswanya untuk membaca setiap hari. Siswa dibebaskan memilih buku yang akan dibacanya sesuai minat, yang penting mesti ada buku untuk dibaca. Tak heran, untuk kelas 7 dan 8 di sekolah ini siswa bisa membaca hingga 40 buku per tahun

Kabaintelkam Polri Soal Situs Radikal: Cermati Dahulu Sebelum Ditutup

Jakarta - Kabaintelkam Polri Komjen Djoko Mukti Haryono berkata, pemblokiran situs-situs radikal harus dilakukan dengan cermat. Menurutnya bukan perkara mudah menutup situs radikal secara permanen, sebab tidak menutup kemungkinan dengan mudah akan muncul lagi dengan bentuk baru. "Situs yang dibuka di internet ini, kalau masih ada sampel, ditutup sini dibuka sana, keluar lagi, jadi nggak selesai-selesai. Inilah yang menjadi PR bagi kita bagaimana mencermati situs-situs yang memang harus didalami sebelum dilakukan pemblokiran," kata Djoko. ‎Djoko menyampaikan ini dalam diskusi bertajuk "Efektifitas‎ Pemblokiran Situs Radikal dalam Memerangi Terorisme‎" yang digelar di Kampus Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (UBJ), Jalan Dharmawangsa I, Jaksel, Jumat (10/4/2015). Acara ini diprakarsai oleh Pusat Kajian Keamanan Nasonal (Puskamnas) UBJ. Hadir dalam kesempatan itu Kepala Puskamnas Prof, Hermawan Sulistyo, Rektor UBJ Irjen (Purn) Bambang Karsono, dan Wakil Ketua Umum PBNU, K.H As'ad Ali. Djoko menilai bahwa pemblokiran situs radikal yang telah dilakukan pemerintah merupakan suatu hal yang bagus untuk mencegah dan menangkap penyebaran paham-paham radikal. Namun terkait situs di dunia maya, seharusnya tidak tema ISIS saja yang diperhatikan, melainkan juga situs-situs pornografi dan lainnya yang dapat merusak generasi bangsa. ‎"Soal pemblokiran situs radikal, menurut pandangan saya sebagai Kabaintelkam, hal ini sangat bagus, meskipun masih ada elemen lain, bukan saja masalah ISIS saja, tapi juga situs porno dan lain sebagainya. Tapi bahwa situs porno lebih mudah diblokir (daripada ISIS)," pungkasnya. ‎Dari 22 situs yang sempat diblokir pemerintah, lanjut Djoko, tidak semuanya memberi respons yang sama. Ada yang protes dan ada yang tidak. Menurutnya, pemilik situs yang tidak protes itu layak diduga merupakan milik dari kelompok radikal. "Dari 22 situs itu, di antara mereka ada yang protes ada yang tidak. Yang tidak protes itu, mungkin dari kelompok militan," tuturnya. Ikuti berbagai berita menarik hari ini di program "Reportase Sore" TRANS TV Senin sampai Jumat pukul 16.45 WIB (idh/bar)
Jakarta - Penikmat minuman yang dicampur es batu kini diimbau lebih berhati-hati. Ada kasus es diduga mengandung bahan berbahaya di Setiabudi, Jakarta Selatan. Sebaiknya, cari penjual yang memakai es bikinin sendiri. Rachma, salah seorang pelanggan warung jus di Cakung, Jakarta Timur, mengatakan dia kini jadi lebih selektif dalam memilih minuman. Dia kadang melihat dulu tempat penjualnya, apakah bersih atau tidak. "Minum jus nggak pake es kurang segar aja. Tapi beli esnya lihat-lihat dulu tempatnya bersih nggak," terang Rachma saat berbincang dengan detikcom, Jumat (10/4/2015). Dia mengaku kerap menemukan minuman yang masih memakai es batu berukuran besar. Kadang, itu yang membuatnya curiga. "Kalau kegedean suka curiga kalau esnya bukan bikin sendiri. Dulu sempet sakit radang gitu kalau beli es. Es yang masih utuh digigit/dikunyah, nggak tahu kalau esnya bukan dari air matang jadi tenggorokan jadi radang gitu," ceritanya. Ina (29), penjual jus di sekitar Cakung mengatakan, sejak lama membuat es sendiri untuk jualan jus. Dia menyebut, ongkos produksinya jauh lebih murah dibandingkan membeli ke pihak lain. "Kalau beli mahal lagi. Ngeri juga liat berita yang di tv soal es, makanya saya jualan esnya bikin sendiri. Lagian esnya juga suka saya minum kok," terangnya